07/07/19

Apa Akibatnya Jika Pelajaran Agama Di Cabut dari Sekolah ?



Belakangan ramai masyarakat membahas tentang wacana yang di sampaikan oleh seorang konglomerat Indonesia yang juga sebagai founder dari kawasan Industri Jababeka di Cikarang yaitu bapak SD Darmono. 


Pa Darmono baru baru ini meluncurkan buku terbarunya berjudul Bringing Civilization Together, Nusantara di Simpang Jalan, yang jadi perhatian adalah statemen pa Darmono saat peluncuran bukunya tersebut. Beliau menyampaikan pendapat dan mewacanakan bahwa pelajaran agama di sekolah sebagai penyebab menguatnya radikalisme agama dan menghambat pertumbuhan peradaban nusantara.

kontan saja pernyataan tersebut mendapatkan banyak tanggapan dan penolakan dari banyak pihak, bukan hanya kalangan pendidik banyak yang menentang adalah para politisi, tokoh agama dan masyarakat secara umum.

Dalam konteks ini saya tidak akan ikut membahas klausul setuju atau tidak setuju tentang wacana penghapusan pelajaran agama dari sekolah ini, karena jelas tidak baik dan bertentangan dengan konstitusi dan dasar negara.

Saya lebih tertarik akan keberanian mewacanakan hal semacam ini untuk di gulirkan ke publik. itu artinya, wacana ini adalah upaya yang sangat berani dan secara halus menunjukan usaha untuk merubah sila pertama pancasila yaitu "Ketuhanan Yang Maha Esa".

Bangsa kita pernah punya pengalaman sangat pahit tentang upaya paksa merubah Dasar Negara Pancasila yang dilakukan oleh orang orang yang tergabung dalam kelompok anti agama yang secara kebetulan tergabung dalam Partai Komunis Indonesia (PKI).

Upaya paksa tersebut dilakukan dengan sangat berani dan kejam karena mereka merasa memiliki kekuatan yang besar untuk merubah dasar negara.

Peristiwa tersebut sangat di jaga oleh pemerintah setelahnya agar tidak terulang kembali dengan memutar secara rutin setiap tahun film dokumenter yang mengisahkan peristiwa 1965 tersebut.

Sebagai generasi 90 an, generasi yang tidak mengalami langsung peristiwa pemberontakan tersebut sangat tertanam ke dalam benak masing masing anak anak generasi 80 dan 90 an bahwa peristiwa 30 sept 1965 tersebut sangat berbahaya bagi kelangsungan bangsa dan Negara Indonesia.

Lain halnya bagi generasi milenial, yang sejak paska reformasi pemerintah menghentikan penayangan film dokumenter tersebut. Maka tidak sedikit generasi milenial Indonesia yang tidak memahami, mengetahui tentang berbahayanya peristiwa pemberontakan tersebut.

Situasi yang sama akan terjadi jika anak anak Indonesia di jauhkan dari pelajaran Agama dengan wacana pencabutan pelajaran agama dari sekolah tersebut.

Jika pelajaran agama di sekolah di hilangkan, maka sudah barang tentu masyarakat yang paham tentang agama akan berbondong ke sekolah swasta berbasis agama. Masalahnya adalah masyarakat yang sadar akan agama jumlahnya masih sangat sedikit.

Justru yang dipermasalahkan adalah mayoritas masyarakat yang tidak terlalu mudah mendapatkan akses pendidikan agama baik di sekolah swasta, rumah ibadah maupun lembaga pendidikan nonformal lainnya. 

Mayoritas masyarakat ini, saat tidak mendapatkan sentuhan ajaran agama maka akan muncul generasi yang tidak dekat dengan agama, akan muncul generasi yang tidak mengakui Ketuhanan Yang Maha Esa, akan muncul generasi yang anti agama bahkan masyarakat yang anti Tuhan akan menjadi massif jumlahnya.

Saat Jumlah masyarakat yang anti agama makin masif jumlahnya, saat itulah mereka punya kekuatan dan keberanian kembali untuk mengganti Sila pertama pancasila atau bahkan Seluruh sila dari Pancasila. arsad




Tidak ada komentar: