“Nanti Penilaiannya bagaimana pak
?” model pertanyaan seperti itu sering saya temui saat memberikan pendampingan
implementasi kurikulum kepada guru. Padahal pelatihan baru mulai dan masih di
pengantar. Ya… banyak guru yang ketika
diberikan pelatihan langsung berfikir ke arah teknis, karena menyangkut beban kerja
sehari hari mereka. Namun saat diminta
menjelaskan subtansi dari konsep kurikulum yang mereka terapkan di sekolah,
tidak sedikit yang kebingungan menjawab.
Maka, wajar jika dilakukan Uji
Kompetensi Guru (UKG) hasil nya relatif sangat rendah untuk ukuran seorang
pendidik. Karena soal yang diberikan dalam UKG tidak sedikit yang menuntut
pemahaman substantif seorang guru terhadap aspek pedagogis dan Profesional.
Menteri pendidikan dan Kebudayaan
2014-2016 Anies Baswedan paham betul bagaimana membangun kemajuan pendidikan
suatu bangsa tidak melulu berfikir masalah teknis. Pembangunan pendidikan
bangsa yang lebih substantif jauh lebih dahsyat dibanding sekedar mengurusi
masalah teknis.
Sebelum menjadi menteri
pendidikan dan kebudayaan, anies sudah
merintis program pengembangan pendidikan yang secara substansi sangat meng-Indonesia.
Melalui Program Indonesia Mengajar, Anies sangat paham bahwa NKRI yang sangat
luas dan besar ini harus dibangun secara bersama dengan mengusung nilai kerelawanan
menjadi nilai utama. Sebab, Peningkatan mutu pendidikan di daerah terpencil dan
ujung Indonesia, tidak bisa hanya dilakukan dengan pendekatan imbalan materi (walau
aspek materi ini juga tidak bisa di abaikan) dan janji prospek karir semata. Semangat
Kerelawanan inilah yang juga di bawa oleh Anies saat menggulirkan program guru
untuk daerah 3T (Terluar, Tertinggal dan terpencil) dimasa dirinya menjadi
menteri pendidikan.
Kebijakan yang lebih fokus kearah
subtansi tentu bertebaran saat Anies Baswedan
menjadi menteri pendidikan dan kebudayaan. Diantaranya adalah mengajak pihak
swasta untuk memberikan perlakuan khusus kepada guru. Seperti diskon khusus,
antrian khusus dll. Tujuannya tentu bukan sekedar memberikan tambahan kesejahteraan
bagi semua guru di Indonesia, melainkan mengajak masyarakat untuk secara
bersama sama menempatkan kembali profesi guru agar benar benar mulia di mata
masyarakat, substansi pemuliaan guru ini tentu akan memberikan efek yang luar
biasa terhadap kemajuan pendidikan Indonesia.
Kebijakan lain adalah dengan menggulirkan
Indek Integritas bagi sekolah penyelenggara/peserta Ujian Nasional (UN).
Seperti kita ketahui, UN telah lama menjadi isu besar dalam dunia pendidikan,
penuh dengan pro dan kontra. Satu hal yang ironis dalam penyelenggaraan UN
selama ini adalah rendahnya tingkat kejujuran siswa bahkan guru dalam
penyelenggaraan UN. Hal ini dikarenakan guru dan sekolah dipaksa untuk lebih
mengutamakan hasil UN tinggi dibandingkan integritas siswa dan sekolah.
Terobosan indeks Integritas menunjukkan keberpihakan dan kesungguhan Anies
dalam membangun integritas dan karakter bangsa yang terlanjur rusak akibat
salah arah kebijakan.
Kebiasaan berfikir pada hal hal
yang lebih substantif ini tentu menjadi modal penting dalam berkontribusi
memajukan suatu bangsa di tingkatan manapun. Dimanapun ditugaskan maka
perbaikan perbaikan terhadap permasalahan bangsa dan Negara dimulai dari hal
hal yang lebih substantif ketimbang masalah yang hanya terlihat di permukaan. Di
Poin ini Anies Baswedan selaku calon gubernur DKI Jakarta 2017-2022, tentu
sangat pas menjadi gubernur DKI Jakarta. Sebab, permasalahan di Jakarta harus
diselesaikan mulai dari akar akarnya.
Salah satu akar permasalahan di
DKI Jakarta adalah pada pembangunan sumber daya manusia agar masyarakat Jakarta
lebih bahagia, tertib, berbudaya dan pancasilais. Pembangunan manusia tidak ada
cara lain selain dengan memperbaiki mutu dan layanan pendidikannya. Dan Anies
adalah orang yang tepat. arsad
Tidak ada komentar:
Posting Komentar