05/10/15

Guru Idealis VS Guru Sejahtera



Bicara guru idealis bisa jadi fikiran kita tentu akan tertuju pada guru-guru di pedalaman yang mengajar dengan kesungguhan hati bersama fasilitas sekolah yang minim. Mereka seperti tidak memperdulikan besaran nominal rupiah yang mereka dapatkan asalkan anak-anak disekitar mereka mendapatkan secercah pendidikan walaupun serba minimalis.

Guru-guru idealis seperti itu tidak hanya tersebar didaerah pedalaman namun dapat juga kita temui di daerah-daerah perkotaan bahkan di Ibukota sekalipun. Sepanjang masih banyak anak-anak Indonesia yang kesulitan mendapatkan layanan pendidikan maka pasti ada guru-guru atau penggiat pendidikan yang membantu mereka tanpa memikirkan berapa imbalan yang mereka dapatkan. Karena mereka mengajar dengan hati maka tidak sedikit diantara mereka yang mampu membawa anak-anak didiknya berprestasi.

Guru-guru idealis ini tetap mempunyai naluri ilmiah yang disadari atau tidak, terkadang menyimpan harapan untuk mendapatkan perhatian dari lingkungan sekitar baik pemerintah maupun masyarakat secara umum. Ketika mereka mengetahui bahwa ada beberapa peluang pendanaan yang mungkin mereka dapatkan maka secara tidak langsung perhatian mereka mulai sedikit teralihkan pada masalah pendanaan, peningkatan layanan, fasilitas hingga kesejahteraan guru yang bersangkutan.

Saat guru-guru idealis tersebut sudah mulai teralihkan fikirannya pada masalah kesejahteraan maka sangat besar peluang akan terkikisnya idealisme mereka sebagai guru walau tidak hilang sama sekali. Karena selain mereka berfikir untuk melayani pendidikan anak-anak yang kurang mampu disatu sisi mereka juga mulai fokus untuk mencari dana guna menunjang kesejahteraan mereka. Apalagi jika mereka mengetahui ada pos-pos bantuan dan pembiayaan untuk kegiatan sosial, maka aktivitas mengejar dana tersebut semakin intensif. Sehingga tidak jarang anak-anak didik mereke dijadikan objek dalam pencarian kesejahteraan tersebut.

Guru sejahtera umumnya guru-guru yang mengajar di daerah perkotaan dimana sekolah mampu memberikan gaji mengajar yang tinggi atau PNS yang mendapatkan gaji dan tunjangan berlipat baik dari pusat maupun pemerintah daerah. Selain gaji tinggi mereka juga berkesempatan untuk mendapat penghasilan tambahan dari mengajar les atau privat dan lain sebagainya karena di perkotaan bisnis pendidikan tumbuh sangat subur.

Persepsi yang muncul di mata masyarakat, khususnya pemerhati pendidikan di Indonesia menyatakan bahwa kesejahteraan belum mampu membuktikan peningkatan mutu pendidikan. Artinya guru yang selama ini menikmati perubahan kebijakan mengenai gaji dan tunjangan guru masih banyak yang belum membalasnya dengan peningkatan kinerja dan kompetensi sebagai guru profesional.

Uang berlebih yang didapatkan oleh guru-guru sejahtera ini masih digunakan secara euforia untuk hal-hal yang sifatnya konsumtif dan tidak berkaitan langsung dengan upaya peningkatan kompetensi profesi yang secara umum masih lemah.

Namun, bagi guru-guru sekolah di perkotaan yang memulai mengajar karena panggilan hati, maka berapapun gaji dan penghasilan yang mereka dapatkan tidak menjadi ukuran. Guru-guru tersebut biasanya tetap fokus mengajar dan berfikir keras bagaimana agar anak-anak didik mereka terdidik dengan benar. Sayangnya guru-guru seperti ini porsentasenya sangat sedikit. Masih jauh lebih banyak guru yang bereforia dengan kesejahteraan yang baru didapatkan tersebut.

Kesimpulannya adalah bahwa guru yang awalnya dianggap idealis dapat juga tergoda saat mereka melihat peluang kesejahteraan di depan mata, dan guru sejahtera dapat juga berfikir dan bersikap idealis jika mereka mengajar berangkat dari panggilan jiwa. Tugas berat pemerintah mencetak guru-guru idealis yang mengajar bukan karean mengejar kesejahteraan semata namun juga berangkat dari kepedulian untuk mendidik anak-anak Indonesia menjadi lebih cerdas secara paripurna.

Allah tidak pernah akan lupa membalas prilaku hamba-Nya. Kesejahteraan akan dimudahkan sepanjang kita ikhlas berjuang dan mendidik anak-anak bangsa, semoga. arsad


Jakarta, 4 Januari 2013

Tidak ada komentar: